BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perbedaan
pendapat para ulama dalam menetapkan suatu hokum Islam sangatlah sering kita
jumpai mengingat bahwa “perbedaan para Imam merupakan suatu rahmat bagi umat
ini”. Mereka (para mujtahid) mencoba menggali hukum yang ada dalam Al qur’an
dan Hadits Rosulullah dengan ijtihad mereka, melalui pandangan mereka dari
berbagai aspek dan kecerdasan intelektual yang disertai rasa tanggung jawab
yang tinggi terhadap apa yang mereka putuskan menghasilkan sebuah
perbedaan-perbedaan hukum yang sangatlah menarik untuk kami bahas dalam makalah
kami ini, yang di antaranya yang akan kami bahas adalah tentang perbedaan hukum
wajibnya memasukkan dua siku dalam membasuh kedua tangan, serta kewajiban
mengusap sebagian atau kesemuanya kepala ketika mengusap kepala pada rukunnya
wudlu.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Menjelaskan rukun wudlu yang ke tiga yaitu
membasuh kedua tangan sampai dua siku dan perbedaan pendapat para ulama’.
2.
Bagaimanakah perbedaan pendapat tentang
batas-batas membasuh siku?
3.
Apakah Ulama’
juga berbeda pendapat dalam menetapkan batas-batas mengusap kepala?
4.
Dari segi apakah yang memunculkan perbedaan
pendapat para ulama’?
BAB II
POKOK
PEMBAHASAN
A. MEMBASUH
KEDUA TANGAN SAMPAI DUA SIKU
Fardlunya wudlu dalam ilmu fiqh
ada enam, yang diantaranya adalah:
1.
Niat
Niat
adalah bermaksud melakukan sesuatu yang dibersamakan dengan pekerjaan itu
sendiri
2.
Membasuh Wajah
3.
Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4.
Mengusap sebagian kepala
5.
Membasuh dua kaki sampai dua mata kaki, dan
6.
Tertib
Namun,
para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan batas-batas basuhan dan usapan
sebagaimana dalam membasuh kedua tangan, apakah wajib membasuh kedua siku
ataukah tidak wajib. Dan juga dalam mengusap kepala apakah wajib membasuh semua
kepala atau sebagian saja.
Membasuh
kedua tangan sampai dua siku adalah rukun wudlu yang ketiga dari rukun wudlu
setelah membasuh wajah dari rukun wudlu yang enam. Sebagaimana dalam Al qur’an
disebutkan dalam surat Al Ma’Idah ayat : 6
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنوُا اِذَا قمْتُمْ اِلَى الصَّلَاَةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ اِلَى المَرَافِقِ
Artinya
: “ Wahai orang yang beriman! Jika kalian hendak mendirikan sholat, maka
basuhlah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai siku”
Ulama’
bersepakat tentang kefardluan membasuh kedua tangan ini, berdasarkan pada ayat
Al Qur’an : وايديكم
الى المرافق akan
tetapi para ulama’ berbeda pendapat dalam kewajiban membasuh kedua siku, Ulama’
jumhur, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Hanafi berpendapat sama bahwa
membasuh kedua siku itu adalah wajib, namun sebagian ahli dhahir dan Malik dan
Thabary bahwa tidak wajib memasukkan siku di dalam basuhan.
Perbedaan
ini muncul disebabkan oleh adanya beberapa alasan di antaranya adalah Makna
isytirok yang terdapat dalam huruf jer الى dan makna اليد menurut kalam Arab.
Makna
الىdalam
kalam Arab terkadang bermakna Ghayah (Sampai) dan terkadang bermakna مع
(beserta) dan makna اليد yang bermakna bukan hanya makna tangan saja
namun bermakna 3, yaitu telapak tangan saja,bermakna telapak tangan dan lengan,
serta bermakna telapak tangan+ lengan+ lengan yang ada di atas siku-siku, yang pada akhirnya menimbulkan kontroversi
dalam menetapkan hokum kewajiban membasuh dua siku.
Bagi
yang memberi makna الى dengan makna مع (beserta) dan memaknai lafadz اليد dengan
makna yang terdiri dari makna yang ketiga yaitu bermakna “telapak tangan+
lengan bagian bawah siku+ lengan bagian atas siku, maka otomatis hokum
memasukkan kedua siku adalah wajib, karena makna الى
jika bermakna مع adalah mencakup semuanya ditambah makna اليد
yang bermakna mencakup tiga tersebut,
sengatlah jelas bahwa membasuh dua siku adalah wajib.
Namun
jika memaknai الى dengan makna ghayah
(sampai) dan memaknai makna اليد dengan makna selain makna
yang ketiga ( telapak tangan+ lengan bagian bawah siku+ lengan bagian atas siku)
dalam artian makna siku tidak dimasukkan dalam batas-batas yang harus dibasuh
maka hukumnya tidak wajib untuk dibasuh.
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam kitab Shohihnya dari Abu Hurairoh Ra. Bahwa ia melihat
Rosulullah SAW. Berwudlu, ketika beliau membasuh tangan kanan beliau
membasuhnya sampai lengan atas siku begitu pula tangan kiri beliau, kemudian beliau
membasuh kaki beliau yang kanan beliau membasuhnya sampai betis, begitu juga
kaki kiri beliau. Kemudian ia berkata “begitulah aku melihat Rosulullah SAW.
Berwudlu.”
Berdasarkan
dalil hadits inilah hujjah para ulama’ yang berpendapat bahwa memasukkan dua
siku itu juga wajib.
Karena
jika ada lafadz yang diulang-ulang di antara dua makna, tidak wajib berpedoman
hanya pada satu makna saja tanpa adanya suatu dalil, walaupun makna الى dalam kalam Arab lebih
jelas mengarah pada makna ghayah, begitu
pula makna اليد yang maknanya lebih
mengarah pada makna selain makna العضد
(Lengan bagian atas Siku). Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa perkataan Imam yang berpendapat bahwa memasukkan siku tidak
wajib lebih menang dan lebih unngul ditinjau dari segi lafdziyahnya, sedangkan
dari segi dalil haditsnya maka imam yang berpendapat wajiblah yang lebih
unggul, kecuali jika hadits ini hanya menunjukkan bahwa hal itu hanya sunnah
saja.
Catatan:
·
Wajib juga membasuh segala apa yang ada di atas
permukaan kulit tangan ketika wudlu, baik berupa bulu, jari-jari yang lebih,
dan kuku-kuku (wajib juga membersihkan kotoran yang ada di balik kuku)
·
Bagi orang yang tidak memiliki sikut atau
sikutnya berada pada anggota tubuh yang lain, maka membasuhnya dikira-kirakan
pada jarak dimana siku itu biasanya terletak.
·
Suatu kaum berkata “Ghayah jika terdiri dari
jenis yang memiliki ghayah maka masuk di dalamnya, dan apa bila bukan dari
jenisnya maka tidak masuk di dalamnya.
B. MENGUSAP
KEPALA
Rukun
wudlu berikutnya adalah mengusap kepala. Para ulama’ sepakat bahwa mengusap
kepala termasuk dalam kefardluan wudlu, namun mereka (para ulama’) berbeda
pendapat dalam ukuran yang wajib diusap, Imam Malik berpendapat bahwa wajib
mengusap semua kepala, Imam Syafi’I berpendapat, sebagian Ashab Malik dan Abu
Hanafi berpendapat bahwa mengusap sebagian saja yang fardlu.
Ashab
Malik berpendapat bahwa wajib mengusap sebagian saja dan membatasinya sampai
sepertiga kepala, dan sebagian mereka membatasinya sampai dua pertiga,
sedangkan Abu Hanifah membatasinya sampai seperempat kepala. Tangan juga
terhitung dalam ukuran usapan kepala ini, beliau (Abu Hanifah) berkata “Mengusap
kepala jika menggunakan Jari kurang dari tiga, maka hal itu tidak disahkan”,
Imam Syafi’I tidak membatasi apapun dalam mengusap kepala tersebut.
Asal
dari perbedaan pendapat ini adalah isytirok makna yang ada pada ب dalam kalam Arab, yaitu bahwa ب terkadang berfungsi zaidah (tambahan) saja,
seperti pada تنبت
بالدهن menurut qiroahnya Imam yang membaca تنبت dengan
dlommah ta’nyadan ba’nya kasroh, dari madly انبت ,
dan terkadang bermakna littab’id ( sebagian).
Maka
bagi Imam yang berpendapat bahwa Ba’ itu ziadah (tambahan) maka wajib mengusap semua
kepala, namun bagi Imam yang berpendapat bahwa ba’nya adalah littab’id maka
hukumnya wajib mengusap sebagian kepala saja, pendapat ini diperkuat dengan
adanya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Rosulullah SAW. “bahwasanya
Rosulullah berwudlu’ dan mengusap ubun-ubun beliau, dan bagian atas Imamahnya
beliau”.
Begitulah
perbedaan pendapat yang terjadi antara para Ulama mujtahid yang berijtihad
dengan pola piker mereka masing-masing.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Membasuh
kedua tangan hukumnya wajib namun membasuh dua siku ada perbedaan pendapat
·
Menurut Jumhur,Imam Syafi’I, Malik, dan Abu
Hanifah hukumnya wajib
·
Menurut Ahli Dhahir, dan sebagian Ashab akhir
Malik berpendapat bahwa membasuh dua siku tidak wajib
Mengusap
kepala hukumnya wajib, namun para ulama berpendapat berbeda tentang batas-batas
ukuran kepala yang harus diusap
·
Imam Malik berpendapat bahwa wajib mengusap
semua kepala
·
Sebagian ashab Malik berpendapat bahwa wajib
mengusap sepertiga
·
Sebagian Ashab Malik berpendapa bahwa wajib
mengusap dua pertiga saja
·
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa seperempat
dan dengan tiga jari.
B. KRITIK
DAN SARAN
Kritik
dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi penyempurna pada
penyusunan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Imam Al
Qodli Abu Al Walid Muhammad bin Ahmad Ibnu Rusyd Al Qurthubi, “Bidayah Al
Mujtahid wa Nihayah Al Muqtashid”
Ibnu Al
Qosim Al Ghazy “ Fathul Qorib”.
0 komentar:
Posting Komentar